Merajut Kesetiakawanan Sosial saat Bencana
28 Oct 2010
Oleh Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri
JAKARTA-Indonesia dikenal sebagai daerah rawan bencana. Bencana mengakibatkan dampak terhadap kehilangan manusia, harta benda, dan kerusakan prasarana dan sarana. Oleh karena itu, diperlukan penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana merupakan satu rangkaian kegiatan yang bersifat preventif, penyelamatan, dan rehabilitatif, yang harus diselenggarakan secara koordinatif, komprehensif, serentak, cepat, dan akurat melibatkan lintas sektor dan lintas wilayah sehingga memerlukan Koordinasi berbagai instansi terkait dengan penekanan pada kepedulian publik, dan mobilisasi masyarakat. Seluruh sistem, pengaturan, organisasi, rencana, dan program yang berkaitan dengan hal-hal inilah yang disebut penanggulangan bencana.
Penanggulangan bencana merupakan bagian integrasi dari pembangunan nasional, yakni serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini dirasakan ada beberapa kelemahan, baik dalam pelaksanaan penanggulangan bencana maupun yang terkait dengan payung hukum. Sebab, sejak Indonesia merdeka, belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang penanganan bencana.
Agar menjadi efektif, penanggulangan bencana harus melibatkan semua sektor, termasuk sektor nonpemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, melibatkan semua tingkatan masyarakat dari tingkat nasional tertinggi sampai ke desa terkecil. Guna menghindarkan dan mengurangi kerugian yang sangat besar, maka diperlukan upaya penanggulangan sejak dari pencegahan, mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Mencermati itu, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan ditempatkan pada Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 66 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4723, yang pada prinsipnya mengatur tahapan penanggulangan bencana meliputi prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana, sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu.
Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana.
Dalam Pasal 5 Bab III Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 disebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah menjadipenanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sedangkan Iai .ii 111 .is.il 6 dijelaskan, tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana; c. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum; d. pemulihan kondisi dari dampak bencana; e. pengalokasian anggaran bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja .negara yang memadai; f. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai, dan g. pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Sementara itu. memperhatikan kejadian bencana alam gempa bumi di Pulau Pagai Selatan. Kep. Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, pada tanggal 25 Oktober 2010, berdasarkan informasi dari media dilaporkan bahwa kejadian bencana ajam gempa bumi dan tsunami di Pulau Pagai Selatan tersebut, hingga tanggal 27 Oktober 2010, telah berdampak meninggal sebanyak 108 orang dan hilang 502 orang.
Bantuan tahap awal Kementerian Sosial melalui Dinas Sosial Sumatera Barat ke Kep. Mentawai berupa mie instant (10 ribu bungkus); beras ( 3 ribu kg); tenda pleton (2 unit); family kit (50 paket); kit ware (50 paket); tikar (100 lembar); kain sarung (300 potong); dan alat dapur lapangan (1 unit).
Bantuan Kemensos dari gudang pusat tanggal 26 Oktober 2010 meliputi sardencis
(35 ribu kaleng); kecap manis (6 ribu botol); sambal pedas (6 ribu botol); minyak goreng (1000 botol); dan tacpack (1 unit). Sedangkan pada tanggal 27 Oktober 2010 mengirimkan bantuan tanggap darurat melalui Bandara Soekarno-Hatta bersama dengan BNPB berupa tenda family (30 unit); tenda regu (15 unit); tenda pengungsi (5 unit); sarden (7 ribu kaleng); kecap manis (1.200 botol); sambal pedas (1.200 botol), dan minyak goreng (200 botol).
Anggota Tagana Sumatera Barat yang sudah berada di lokasi bencana sebanyak 30 personel. Saat ini Posko Kemensos terus- memantau perkembangan bencana gempa bumi di Kep. Mentawai selama 1 x 24 jam melalui akses (021) 3108000 fasimili (021) 3108146 email pusdalops.tagana@gmail.com
Adapun dalam penanggulangan bencana Gunung Merapi yang meletus, pada tanggal 26 Oktober, Mensos memberikan bantuan darurat berupa uang sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) yang diserahkan oleh Wapres Boediono kepada bupati Sleman. Kebutuhan tersebut disesuaikan dengan penetapan status Merapi pada awal fase Awas Merapi yang disamakan dengan kondisi tanggap darurat selama 14 hari.
Penanggulangan bencana ini merupakan bagian dari kesetiakawanan sosial yang harus diperhatikan oleh semua pihak. Tidak hanya pemerintah. Peran pihak swasta dan masyarakat luas dibutuhkan agar kesetiakawanan sosial ini kuat dan menjadi rajutan saling tolong menolong kepada saudara-saudara sebangsa yang tertimpa bencana dan membutuhkan uluran tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar